Bulan Juli merupakan peralihan cuaca Jepang dari musim hujan (Tsuyu) ke musim panas (Natsu). Berbagai festival (matsuri) mulai dilaksanakan, diantaranya: Tanabata (Festival Bintang), Obon Matsuri (Festival Arwah) dan Umi no Hi (Hari Laut).
1. Tanabata (Festival Bintang)
Tanabata (Festival bintang) merupakan salah satu tradisi kebudayaan jepang yang diselenggarakan setiap tangga 7 Juli. Pada perayaan Tanabata, orang jepang memiliki tradisi untuk menuliskan harapan-harapan pada secarik kertas kecil berwarna-warni, kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu yang diberi nama "Sasa". Tradisi menggantungkan kertas harapan di pohon bambu 'Sasa' ini, berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) diselenggarakan yaitu sekita tgl 13-15 Agustus.
Festival ini diambil dari salah satu cerita legenda tua china. Diceritakan, pada suatu masa hidup seorang Dewa Bintang dengan seorang putri cantik yang bernama 'Orihime' (Putri Rajut) yang dikenal sebagai bintang Vega.
Setiap hari 'Orihime' (Putri Rajut) berkerja merajut pakaian yang disebut 'Tanahata' untuk dipakai kepada sang Dewa. Hal ini membuat sang Dewa bintang merasa cemas karena melihat putrinya yang selalu bekerja keras merajut pakaian tiada henti. Untuk menghibur hati sang putri 'Orihime', dewa memutuskan untuk mencarikannya teman. Akhirnya dewa memperkenalkan Orihime dengan seorang pemuda bernama Kengyuu (Penggembala Sapi) yang dikenal sebagai Bintang Altair.Kengyu adalah seorang pemuda yang setiap hari bekerja sebagai penggembala sapi. Ia terkenal rajin dan ulet.
Setelah Orihime berkenalan dengan Kengyuu, keduanya merasa jatuh hati. Setiap hari mereka berusaha bertemu sehingga melupakan masing-masing pekerjaannya. Orihime melupakan pekerjaannya merajut baju, sehingga sang dewa tidak memiliki baju 'Tanahata' untuk dipakainya. Sedangkan Kengyuu melupakan sapi-sapinya sehingga sapi-sapi tersebut banyak yang sakit.
Melihat hal ini dewa bintang sangat marah. Akhirnya dewa memutuskan untuk menjauhkan Orihime dari Kengyuu. Sang Dewa membawa Orihime (Putri Rajut) ke sebuah tempat yang dihalangi oleh sungai besar bernama Ama no Kawa (Sungai Surga - The Milky Way) agar tidak bisa bertemu dengan Kengyuu. Dipisahkan dari sang kekasih membuat Orihime bersedih dan menangis setiap hari.
Sang Dewa yang merasa kasihan, akhirnya mengiziknkan Orihime untuk bertemu dengan Kengyuu satu tahun sekali pada tanggal 7 Juli yang dipercaya sebagai tanggal keberuntungan. Tetapi jika hujan turun pada tanggal tersebut air sungai Ama No Kawa akan meluap, sehingga sepasang kekasih tersebut tidak bisa bertemu. Agar hujan tidak turun pada tanggal yang telah dijanjikan, tanggal 6 Juli mereka berdoa kepada dewa bintang dengan menuliskan sajak berupa harapan diatas secarik kertas warna warni yang disebut 'Tanzaku' kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu.
Berdasarkan cerita ini, membuat orang jepang selalu merayakan tradisi Tanabata (Festival bintang) setiap tgl 7 Juli. Perayaan ini mulai dikenal di Jepang sejak zaman Edo (1603-1867). Pada mulanya mereka hanya ikut mendoakan agar pada hari itu cuaca cerah sehingga Orihime dan Kengyuu bisa bertemu. Agar cuaca tetap cerah, warga Jepang membuat Tere Tere Bozu , boneka dari kain perca putih. Boneka tersebut dipercaya bisa menangkal hujan jika digantungkan di depan rumah ataupun jendela.
Tetapi seiring berjalannya waktu, selain mendoakan agar Orihime dan Kengyuu dapat bertemu, saat ini orang jepang terbiasa mengikuti kebiasaan sepasang kekasih tersebut, menuliskan harapan-harapan mereka di atas secarik kertas berwarna warni dan menggantungkannya di batang pohon bambu yang disebut "sasa", agar doa mereka terkabul. Harapan-harapan itu dituliskan dalam secarik kertas berwarna warni untuk mengibaratkan bintang yang berwarna warni yaitu Vega dan Altair yang berada di galaksi bima sakti.
Penulisan dan penggantungan secarik kertas harapan ini berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) dimulai. Pohon bambu yang sudah digantungi banyak kertas harapan, akan dialirkan ke sungai sebagai pertanda agar kemalangan atau nasib buruk ikut hanyut terbawa oleh air dan doa segera terkabul.
Penggantungan hiasan berupa secarik kertas di batang pohon bambu saat Tanabata diibaratkan oleh jepang sebagai 'Pohon Natal Di Musim Panas (Summer Christmas Tree). Perayaan terbesar setiap tahun dilaksanakan di daerah Sendai. Pada saat festival dimulai jalan-jalan pertokoan si daerah ini akan ramai dengan hiasan - hiasan Festival Bintang.
Pada saat Tanabata biasanya akan dinyanyikan lagu seperti ini:
Sasano wa sara sara (Sasano* mengalir dengan lancar)
Nokiba ni yureru (Ujungnya bergoyang goyang)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Kin gin sunago (Bertaburan bagai emas perak)
Goshiki no tanzaku (Berwarna warni harapan dan doa)
Watashi ga kaita (Yang aku tulis)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Sora kara miteru (Dilihat dari langit)
*Sasano = Perahu yang terbuat dari lipatan daun bambu*
2. Obon Matsuri (Festival Arwah)
Obon Matsuri (Festival Arwah) adalah sebuah perayaan Budha yang diadakan pada tanggal 13-15 Juli atau bulan Agustus (tergantung daerah). Festival ini dipersembahkan bagi arwah para leluhur.
Dipercaya bahwa pada hari-hari ini arwah mereka akan pulang ke rumah. Untuk memudahkan para arwah pulang ke rumah, mereka akan memasang penerangan dan api selamat datang di pintu depan rumah. Tujuannya adalah mengarahkan arwah-arwah tersebut agar tidak tersesat. Kemudian merekapun memasang lentera di dalam, membersihkan altar rumah, menyediakan sajian dan berdoa bagi ketenangan arwah para leluhur.
Biasanya, saat Obon Matsuri (festival arwah), warga Jepang berkumpul malam hari di lapangan, memakai yukata (kimono sederhana di musim panas) kemudian membuat putaran untuk menari-nari diiringi musik & tambur Jepang. Tujuan adalah menyambut kebahagiaan bersama para arwah yang datang. Mereka percaya arwah akan ikut menari bersama tanda suka cita. Tarian menyambut arwah oini disebut Obon Odori.
Pada akhir Festival, sekali lagi orang-orang akan memasang penerangan di pintu terdepan rumah sebagai pengantar arwah leluhur keluar dari rumah dan mengapungkan sesajen di sungai atau laut untuk menemani mereka pulang ke alam sana.
3. Umi no Hi (Hari Laut)
Hari untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas anugerah laut serta harapan akan kemakmuran Jepang yang merupakan sebuah negeri laut. Umi no Hi (Hari lauta) ini menjadi hari nasional Jepang, dimana kalender Jepang berwarna merah sebagai tanda hari libur.
Bulan Juli merupakan peralihan cuaca Jepang dari musim hujan (Tsuyu) ke musim panas (Natsu). Berbagai festival (matsuri) mulai dilaksanakan, diantaranya: Tanabata (Festival Bintang), Obon Matsuri (Festival Arwah) dan Umi no Hi (Hari Laut).
1. Tanabata (Festival Bintang)
Tanabata (Festival bintang) merupakan salah satu tradisi kebudayaan jepang yang diselenggarakan setiap tangga 7 Juli. Pada perayaan Tanabata, orang jepang memiliki tradisi untuk menuliskan harapan-harapan pada secarik kertas kecil berwarna-warni, kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu yang diberi nama "Sasa". Tradisi menggantungkan kertas harapan di pohon bambu 'Sasa' ini, berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) diselenggarakan yaitu sekita tgl 13-15 Agustus.
Festival ini diambil dari salah satu cerita legenda tua china. Diceritakan, pada suatu masa hidup seorang Dewa Bintang dengan seorang putri cantik yang bernama 'Orihime' (Putri Rajut) yang dikenal sebagai bintang Vega.
Setiap hari 'Orihime' (Putri Rajut) berkerja merajut pakaian yang disebut 'Tanahata' untuk dipakai kepada sang Dewa. Hal ini membuat sang Dewa bintang merasa cemas karena melihat putrinya yang selalu bekerja keras merajut pakaian tiada henti. Untuk menghibur hati sang putri 'Orihime', dewa memutuskan untuk mencarikannya teman. Akhirnya dewa memperkenalkan Orihime dengan seorang pemuda bernama Kengyuu (Penggembala Sapi) yang dikenal sebagai Bintang Altair.Kengyu adalah seorang pemuda yang setiap hari bekerja sebagai penggembala sapi. Ia terkenal rajin dan ulet.
Setelah Orihime berkenalan dengan Kengyuu, keduanya merasa jatuh hati. Setiap hari mereka berusaha bertemu sehingga melupakan masing-masing pekerjaannya. Orihime melupakan pekerjaannya merajut baju, sehingga sang dewa tidak memiliki baju 'Tanahata' untuk dipakainya. Sedangkan Kengyuu melupakan sapi-sapinya sehingga sapi-sapi tersebut banyak yang sakit.
Melihat hal ini dewa bintang sangat marah. Akhirnya dewa memutuskan untuk menjauhkan Orihime dari Kengyuu. Sang Dewa membawa Orihime (Putri Rajut) ke sebuah tempat yang dihalangi oleh sungai besar bernama Ama no Kawa (Sungai Surga - The Milky Way) agar tidak bisa bertemu dengan Kengyuu. Dipisahkan dari sang kekasih membuat Orihime bersedih dan menangis setiap hari.
Sang Dewa yang merasa kasihan, akhirnya mengiziknkan Orihime untuk bertemu dengan Kengyuu satu tahun sekali pada tanggal 7 Juli yang dipercaya sebagai tanggal keberuntungan. Tetapi jika hujan turun pada tanggal tersebut air sungai Ama No Kawa akan meluap, sehingga sepasang kekasih tersebut tidak bisa bertemu. Agar hujan tidak turun pada tanggal yang telah dijanjikan, tanggal 6 Juli mereka berdoa kepada dewa bintang dengan menuliskan sajak berupa harapan diatas secarik kertas warna warni yang disebut 'Tanzaku' kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu.
Berdasarkan cerita ini, membuat orang jepang selalu merayakan tradisi Tanabata (Festival bintang) setiap tgl 7 Juli. Perayaan ini mulai dikenal di Jepang sejak zaman Edo (1603-1867). Pada mulanya mereka hanya ikut mendoakan agar pada hari itu cuaca cerah sehingga Orihime dan Kengyuu bisa bertemu. Agar cuaca tetap cerah, warga Jepang membuat Tere Tere Bozu , boneka dari kain perca putih. Boneka tersebut dipercaya bisa menangkal hujan jika digantungkan di depan rumah ataupun jendela.
Tetapi seiring berjalannya waktu, selain mendoakan agar Orihime dan Kengyuu dapat bertemu, saat ini orang jepang terbiasa mengikuti kebiasaan sepasang kekasih tersebut, menuliskan harapan-harapan mereka di atas secarik kertas berwarna warni dan menggantungkannya di batang pohon bambu yang disebut "sasa", agar doa mereka terkabul. Harapan-harapan itu dituliskan dalam secarik kertas berwarna warni untuk mengibaratkan bintang yang berwarna warni yaitu Vega dan Altair yang berada di galaksi bima sakti.
Penulisan dan penggantungan secarik kertas harapan ini berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) dimulai. Pohon bambu yang sudah digantungi banyak kertas harapan, akan dialirkan ke sungai sebagai pertanda agar kemalangan atau nasib buruk ikut hanyut terbawa oleh air dan doa segera terkabul.
Penggantungan hiasan berupa secarik kertas di batang pohon bambu saat Tanabata diibaratkan oleh jepang sebagai 'Pohon Natal Di Musim Panas (Summer Christmas Tree). Perayaan terbesar setiap tahun dilaksanakan di daerah Sendai. Pada saat festival dimulai jalan-jalan pertokoan si daerah ini akan ramai dengan hiasan - hiasan Festival Bintang.
Pada saat Tanabata biasanya akan dinyanyikan lagu seperti ini:
Sasano wa sara sara (Sasano* mengalir dengan lancar)
Nokiba ni yureru (Ujungnya bergoyang goyang)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Kin gin sunago (Bertaburan bagai emas perak)
Goshiki no tanzaku (Berwarna warni harapan dan doa)
Watashi ga kaita (Yang aku tulis)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Sora kara miteru (Dilihat dari langit)
*Sasano = Perahu yang terbuat dari lipatan daun bambu*
2. Obon Matsuri (Festival Arwah)
Obon Matsuri (Festival Arwah) adalah sebuah perayaan Budha yang diadakan pada tanggal 13-15 Juli atau bulan Agustus (tergantung daerah). Festival ini dipersembahkan bagi arwah para leluhur.
Dipercaya bahwa pada hari-hari ini arwah mereka akan pulang ke rumah. Untuk memudahkan para arwah pulang ke rumah, mereka akan memasang penerangan dan api selamat datang di pintu depan rumah. Tujuannya adalah mengarahkan arwah-arwah tersebut agar tidak tersesat. Kemudian merekapun memasang lentera di dalam, membersihkan altar rumah, menyediakan sajian dan berdoa bagi ketenangan arwah para leluhur.
Biasanya, saat Obon Matsuri (festival arwah), warga Jepang berkumpul malam hari di lapangan, memakai yukata (kimono sederhana di musim panas) kemudian membuat putaran untuk menari-nari diiringi musik & tambur Jepang. Tujuan adalah menyambut kebahagiaan bersama para arwah yang datang. Mereka percaya arwah akan ikut menari bersama tanda suka cita. Tarian menyambut arwah oini disebut Obon Odori.
Pada akhir Festival, sekali lagi orang-orang akan memasang penerangan di pintu terdepan rumah sebagai pengantar arwah leluhur keluar dari rumah dan mengapungkan sesajen di sungai atau laut untuk menemani mereka pulang ke alam sana.
3. Umi no Hi (Hari Laut)
Hari untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas anugerah laut serta harapan akan kemakmuran Jepang yang merupakan sebuah negeri laut. Umi no Hi (Hari lauta) ini menjadi hari nasional Jepang, dimana kalender Jepang berwarna merah sebagai tanda hari libur.
Bulan Juli merupakan peralihan cuaca Jepang dari musim hujan (Tsuyu) ke musim panas (Natsu). Berbagai festival (matsuri) mulai dilaksanakan, diantaranya: Tanabata (Festival Bintang), Obon Matsuri (Festival Arwah) dan Umi no Hi (Hari Laut).
1. Tanabata (Festival Bintang)
Tanabata (Festival bintang) merupakan salah satu tradisi kebudayaan jepang yang diselenggarakan setiap tangga 7 Juli. Pada perayaan Tanabata, orang jepang memiliki tradisi untuk menuliskan harapan-harapan pada secarik kertas kecil berwarna-warni, kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu yang diberi nama "Sasa". Tradisi menggantungkan kertas harapan di pohon bambu 'Sasa' ini, berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) diselenggarakan yaitu sekita tgl 13-15 Agustus.
Festival ini diambil dari salah satu cerita legenda tua china. Diceritakan, pada suatu masa hidup seorang Dewa Bintang dengan seorang putri cantik yang bernama 'Orihime' (Putri Rajut) yang dikenal sebagai bintang Vega.
Setiap hari 'Orihime' (Putri Rajut) berkerja merajut pakaian yang disebut 'Tanahata' untuk dipakai kepada sang Dewa. Hal ini membuat sang Dewa bintang merasa cemas karena melihat putrinya yang selalu bekerja keras merajut pakaian tiada henti. Untuk menghibur hati sang putri 'Orihime', dewa memutuskan untuk mencarikannya teman. Akhirnya dewa memperkenalkan Orihime dengan seorang pemuda bernama Kengyuu (Penggembala Sapi) yang dikenal sebagai Bintang Altair.Kengyu adalah seorang pemuda yang setiap hari bekerja sebagai penggembala sapi. Ia terkenal rajin dan ulet.
Setelah Orihime berkenalan dengan Kengyuu, keduanya merasa jatuh hati. Setiap hari mereka berusaha bertemu sehingga melupakan masing-masing pekerjaannya. Orihime melupakan pekerjaannya merajut baju, sehingga sang dewa tidak memiliki baju 'Tanahata' untuk dipakainya. Sedangkan Kengyuu melupakan sapi-sapinya sehingga sapi-sapi tersebut banyak yang sakit.
Melihat hal ini dewa bintang sangat marah. Akhirnya dewa memutuskan untuk menjauhkan Orihime dari Kengyuu. Sang Dewa membawa Orihime (Putri Rajut) ke sebuah tempat yang dihalangi oleh sungai besar bernama Ama no Kawa (Sungai Surga - The Milky Way) agar tidak bisa bertemu dengan Kengyuu. Dipisahkan dari sang kekasih membuat Orihime bersedih dan menangis setiap hari.
Sang Dewa yang merasa kasihan, akhirnya mengiziknkan Orihime untuk bertemu dengan Kengyuu satu tahun sekali pada tanggal 7 Juli yang dipercaya sebagai tanggal keberuntungan. Tetapi jika hujan turun pada tanggal tersebut air sungai Ama No Kawa akan meluap, sehingga sepasang kekasih tersebut tidak bisa bertemu. Agar hujan tidak turun pada tanggal yang telah dijanjikan, tanggal 6 Juli mereka berdoa kepada dewa bintang dengan menuliskan sajak berupa harapan diatas secarik kertas warna warni yang disebut 'Tanzaku' kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu.
Berdasarkan cerita ini, membuat orang jepang selalu merayakan tradisi Tanabata (Festival bintang) setiap tgl 7 Juli. Perayaan ini mulai dikenal di Jepang sejak zaman Edo (1603-1867). Pada mulanya mereka hanya ikut mendoakan agar pada hari itu cuaca cerah sehingga Orihime dan Kengyuu bisa bertemu. Agar cuaca tetap cerah, warga Jepang membuat Tere Tere Bozu , boneka dari kain perca putih. Boneka tersebut dipercaya bisa menangkal hujan jika digantungkan di depan rumah ataupun jendela.
Tetapi seiring berjalannya waktu, selain mendoakan agar Orihime dan Kengyuu dapat bertemu, saat ini orang jepang terbiasa mengikuti kebiasaan sepasang kekasih tersebut, menuliskan harapan-harapan mereka di atas secarik kertas berwarna warni dan menggantungkannya di batang pohon bambu yang disebut "sasa", agar doa mereka terkabul. Harapan-harapan itu dituliskan dalam secarik kertas berwarna warni untuk mengibaratkan bintang yang berwarna warni yaitu Vega dan Altair yang berada di galaksi bima sakti.
Penulisan dan penggantungan secarik kertas harapan ini berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) dimulai. Pohon bambu yang sudah digantungi banyak kertas harapan, akan dialirkan ke sungai sebagai pertanda agar kemalangan atau nasib buruk ikut hanyut terbawa oleh air dan doa segera terkabul.
Penggantungan hiasan berupa secarik kertas di batang pohon bambu saat Tanabata diibaratkan oleh jepang sebagai 'Pohon Natal Di Musim Panas (Summer Christmas Tree). Perayaan terbesar setiap tahun dilaksanakan di daerah Sendai. Pada saat festival dimulai jalan-jalan pertokoan si daerah ini akan ramai dengan hiasan - hiasan Festival Bintang.
Pada saat Tanabata biasanya akan dinyanyikan lagu seperti ini:
Sasano wa sara sara (Sasano* mengalir dengan lancar)
Nokiba ni yureru (Ujungnya bergoyang goyang)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Kin gin sunago (Bertaburan bagai emas perak)
Goshiki no tanzaku (Berwarna warni harapan dan doa)
Watashi ga kaita (Yang aku tulis)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Sora kara miteru (Dilihat dari langit)
*Sasano = Perahu yang terbuat dari lipatan daun bambu*
2. Obon Matsuri (Festival Arwah)
Obon Matsuri (Festival Arwah) adalah sebuah perayaan Budha yang diadakan pada tanggal 13-15 Juli atau bulan Agustus (tergantung daerah). Festival ini dipersembahkan bagi arwah para leluhur.
Dipercaya bahwa pada hari-hari ini arwah mereka akan pulang ke rumah. Untuk memudahkan para arwah pulang ke rumah, mereka akan memasang penerangan dan api selamat datang di pintu depan rumah. Tujuannya adalah mengarahkan arwah-arwah tersebut agar tidak tersesat. Kemudian merekapun memasang lentera di dalam, membersihkan altar rumah, menyediakan sajian dan berdoa bagi ketenangan arwah para leluhur.
Biasanya, saat Obon Matsuri (festival arwah), warga Jepang berkumpul malam hari di lapangan, memakai yukata (kimono sederhana di musim panas) kemudian membuat putaran untuk menari-nari diiringi musik & tambur Jepang. Tujuan adalah menyambut kebahagiaan bersama para arwah yang datang. Mereka percaya arwah akan ikut menari bersama tanda suka cita. Tarian menyambut arwah oini disebut Obon Odori.
Pada akhir Festival, sekali lagi orang-orang akan memasang penerangan di pintu terdepan rumah sebagai pengantar arwah leluhur keluar dari rumah dan mengapungkan sesajen di sungai atau laut untuk menemani mereka pulang ke alam sana.
3. Umi no Hi (Hari Laut)
Hari untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas anugerah laut serta harapan akan kemakmuran Jepang yang merupakan sebuah negeri laut. Umi no Hi (Hari lauta) ini menjadi hari nasional Jepang, dimana kalender Jepang berwarna merah sebagai tanda hari libur.
0 komentar:
Posting Komentar